Posts tagged ‘published’

August 22, 2015

Dimuat di Female Magazine – Maret 2015

Saya suka iseng membeli majalah untuk mengintip rubrik apa saja yang bisa saya isi. Salah satunya ya Female Magazine ini. Setelah melihat ada rubrik Travel, saya berinisiatif untuk mengirim naskah ke redaksi tanggal 14 Desember 2014. E-mail saya dibalas tak lama kemudian, kurang lebih tanggal 8 Januari 2015 dan akhirnya dapat konfirmasi akan dimuat 31 Januari 2015.

deskripsiBeda dari media lain, saya diminta mengirimkan foto lengkap dengan deskripsi diri secara singkat. Waduh, apa ya yang mau saya tulis. Ini seperti kalau interview kerja dan ditanya “how do you describe yourself?”

Akhirnya saya ngarang sajalah, hehehe

Berikut hasil tulisan versi mentah-nya

Terpesona Arizona

Apabila disuruh memilih antara wisata gunung atau laut, saya akan mengajukan opsi baru ketiga yaitu wisata batu. Bukan batu biasa melainkan bentukan alam yang terjadi dari pasir selama berjuta-juta tahun lamanya dan masih berdiri kokoh sampai saat ini. Warna merah bebatuan terlihat kontras dengan birunya danau dan bahkan hijau pucatnya kaktus. Semua itu hanya bisa didapatkan di Arizona, negara bagian di perbatasan Amerika dengan Meksiko.

Mencapai Arizona

            Arizona memiliki dua bandara yang terletak di kota yang berdekatan, yaitu Phoenix (kode PHX) dan Tucson (kode TUS). Tiket pesawat pulang pergi menuju Arizona ditawarkan mulai dari harga 16,5 juta rupiah. Untuk menjelajah di tempat-tempat yang lazim dikunjungi seperti Grand Canyon dan Hoover Dam, Anda dapat dengan mudah mengikuti berbagai tur yang tersedia. Namun bagi yang berjiwa petualang dan ingin lebih puas menjelajahi dengan jadwal yang lebih bebas, maka persewaan mobil menjadi solusi yang lebih tepat.

            Mayoritas perusahaan Tour & Travel yang menawarkan paket hemat tidak memulai perjalanan dari Arizona, melainkan dari tetangga-tetangganya yang lebih komersil, yaitu Nevada dan California. Harga ditawarkan mulai dari USD 79 per orang. Tak ada salahnya untuk melakukan simulasi budget perbandingan antara menggunakan jasa tur atau berkelana sendiri. Untuk pilihan paket tur, bisa cek beberapa web seperti www.canyontours.com atau www.tours4fun.com.

Kaktus di Tucson

Suhu di kota Tucson di musim semi bisa mencapai 110 derajat Fahrenheit atau sekitar 43 derajat Celcius. Tak heran apabila kaktus tumbuh dengan subur di mana-mana. Tak puas dengan hanya memandangi kaktus di sepanjang jalan, saya memutuskan untuk mengunjungi Arizona-Sonora Desert Museum. Tiket masuk museum yang sering masuk dalam sepuluh besar Zoological Park di dunia ini sebesar 14.5 USD per orang. Di dalam museum terdapat kebun binatang, museum dan taman. Walaupun disebut taman, tetapi yang ada di dalam museum ini mayoritas adalah, apalagi kalau bukan, kaktus!

Senja di Sedona

Sedona adalah kota kecil di antara Coconino dan Yavapai di Utara Arizona. Daya tarik Sedona terletak pada deretan bebatuan merah yang memantulkan cahaya magis terutama di saat di saat matahari terbenam. Letak kota ini hanya berjarak sekitar 113 mil yang bisa ditempuh sekitar 2 jam perjalanan dari Grand Canyon. Semburat warna oranye yang dipantulkan saat matahari terbit dan terbenam mampu memukau turis sehingga merupakan hal yang umum bagi penyelenggara Tour & Travel untuk menyediakan paket ke Grand Canyon sekaligus ke Sedona.

Di puncak Sedona terdapat sebuah gereja, Chapel of Holy Cross yang banyak dikunjungi wisatawan. Berlokasi di tengah deretan bebatuan yang dramatis, pemandangan dari jendela gereja sangat spektakuler, apalagi saat matahari tenggelam. Tak heran saat saya ke sana menjelang pukul enam sore, banyak pengunjung yang menyempatkan diri berdoa di dalam kapel suci ini.

Ngarai Berpasir Antelope Canyon

Antelope Canyon adalah ngarai yang terbentuk dari batu berpasir selama ribuan tahun. Saat ini obyek wisata Antelope Canyon dikelola oleh suku Navajo karena memang terletak di kawasan milik mereka. Suku Navajo adalah suku Indian yang tinggal di Timur Laut Arizona, Tenggara Utah, dan Barat Laut New Mexico. Terdiri dari dua ngarai, Lower Canyon dan Upper Canyon, keduanya menawarkan keunikannya masing-masing.

Kedua ngarai ini bagaikan surga bagi para fotografer, amatir maupun profesional sehingga tak heran apabila ada yang menyebut Antelope Canyon merupakan obyek ngarai yang paling banyak dipotret. Untuk mengabadikan keelokan keduanya tidak diperlukan keahlian fotografi khusus, hanya timing dan sudut yang tepat. Waktu terbaik untuk mengunjungi ngarai adalah siang hari di saat musim panas karena sorotan cahaya matahari yang masuk melalui celah sempit akan dipantulkan dengan anggunnya oleh dinding batu ngarai.

Upper Antelope Canyon dikenal dengan sebutan Tsé bighánílíní dalam bahasa Navajo, yang artinya “tempat di mana air mengalir melalui batu”. Upper Antelope Canyon lebih sering dikunjungi wisatawan baik dalam maupun luar negeri karena lokasinya yang mudah dijangkau dan seluruh areanya terletak di atas tanah sehingga untuk mengunjungi ngarai tidak dibutuhkan kondisi fisik yang prima. Ngarai ini menarik pengunjung berbagai usia, mulai dari anak-anak sampai kakek-nenek.

Lain halnya dengan Lower Antelope Canyon. Kondisinya yang terletak di bawah tanah dengan medan yang lebih menantang membuat ngarai ini hanya dikunjungi oleh wisatawan dengan kondisi fisik yang baik. Dalam bahasa Navajo ngarai ini disebut dengan Hasdeztwaz yang berarti “lengkungan batu spiral”, sebuah ungkapan yang tepat karena di dalam ngarai berlekuk liku.

Lake Powell & Glen Canyon Dam

Pernah membayangkan bendungan yang sedemikian cantiknya sampai-sampai menarik minat wisatawan? Salah satu bendungan yang apik di Amerika terletak di Arizona, yaitu Glen Canyon Dam yang membentuk Lake Powell. Danau ini merupakan salah satu bendungan tertinggi di dunia yang membelah Utah dan Arizona. Walaupun merupakan yang tertinggi, danau buatan ini masih kalah besar dibandingkan Lake Mead yang tersohor dengan Hoover Dam.

Di balik birunya Lake Powell tersimpan fungsi yang istimewa, yaitu sebagai penyedia tenaga listrik bagi Colorado, Utah, Wyoming dan New Mexico. Sebagai tempat wisata Lake Powell sering dikunjungi karena menawarkan spot yang menarik untuk memancing, berenang, atau sekadar wisata dengan menggunakan boat atau kayak.

Lake Powell dapat dinikmati dari beberapa sudut. Saat itu saya menikmatinya dari Wahweap Bay yang terletak di sisi Selatan. Dengan mengeluarkan uang sebesar 45 USD per orang pengunjung bisa menikmati boat tour selama kurang lebih 60 menit. Boat ini dilengkapi dengan audio tour, di mana peserta tour dipersilahkan untuk mengambil headset dan semacam alat penerima radio untuk kemudian didengarkan sepanjang perjalanan. Efektif dan efisien, karena kru kapal tidak perlu berteriak-teriak sepanjang tour dan peserta dapat mendengarkan informasi dengan suara jernih.

Horseshoe Bend

Horseshoe Bend adalah meander dari Sungai Colorado yang berbentuk tapal kuda. Meander merupakan bentukan sungai yang berkelok-kelok akibat terjadinya erosi dalam jangka waktu yang lama. Lokasi Horseshoe Bend sekitar 5 mil atau 8 kilometer dari Lake Powell. Kombinasi antara jernihnya air Lake Powell dengan bentuk meander yang unik dan bebatuan merah di sekitarnya menjadikan harmoni warna yang senada.

Untuk menjangkau obyek wisata ini tidak diperlukan biaya. Di dekat areal parkir mobil ada papan yang memberi informasi bahwa masih diperlukan ¾ mil atau 1.2 kilometer lagi sebelum sampai di tujuan. Harus saya akui, ¾ mil mungkin terdengar dekat tetapi sesungguhnya perjalanan itu tidak mudah karena kontur bukit yang naik turun dan berpasir bagaikan di pantai.

Tak ada pagar pengaman di tepian tebing Horseshoe Bend sehingga pengunjung dapat mencapai mengambil gambar sedekat mungkin dari tepi ngarai. Terlalu menyeramkan bagi saya yang takut ketinggian untuk mengambil pose tepat di tepian tebing sehingga saya cukup puas dengan beberapa gambar yang saya abadikan dari kejauhan.

Hoover Dam

Kalau Lake Powell dimaksudkan untuk menyediakan daya bagi empat negara bagian, Lake Mead ditujukan menyokong enam negara bagian. Hoover Dam, bendungan yang membentuk Lake Mead ini dibangun tahun 1931 – 1936. Nama Hoover diambil dari Herbert Hoover, Presiden Amerika Serikat ke-31. Walaupun secara geografis Hoover Dam terletak di Nevada, tepatnya di kota Boulder, tetapi bendungan ini terletak persis di perbatasan antara Arizona dan Nevada. Jadi

Hoover Dam berfungsi sebagai penyimpanan cadangan air terutama untuk irigasi pertanian di Southern California. Tak hanya itu, bendungan ini menyediakan daya listrik dan air bagi kota metropolitan di sekitarnya seperti Los Angeles. Namun Hoover Dam punya arti lain bagi Amerika, yaitu sebagai simbol kemegahan yang menjadi pengingat bahwa di tahun 1930 Amerika berhasil memanfaatkan alam dengan menerapkan teknologi mutakhir.

Visitor Center Hoover Dam menawarkan Powerplant Tour bagi pengunjung yang berminat. Terdiri dari 30 menit tour dengan kombinasi antara pemandu, audio dan film yang berisi penjelasan lebih mendalam tentang sejarah Hoover Dam, pembangunan yang melibatkan 6 negara bagian dan 6 perusahaan besar, manfaatnya di masa kini, bahkan sampai ke generator, tangga, terowongan dan pipa yang digunakan di awal pembangunan Hoover Dam. Cukup mencengangkan, mengingat bendungan ini dibangun tahun 1930. Tour ini bisa diikuti dengan mengeluarkan uang sebesar 11 USD.

Monument Valley

Suku Navajo memiliki sebutan sendiri untuk bentangan alam yang menakjubkan ini. Tsé Biiʼ Ndzisgaii, yang artinya lembah berbatu. Dataran tinggi tandus ini terletak di perbatasan antara Arizona dan Utah sekaligus merupakan bagian dari deretan Colorado plateau yang tersohor.. Tak mungkin salah mengenalinya karena monumen alami ini memiliki ciri khas gugus batu berpasir setinggi 1.000 kaki atau sekitar 300 meter.

Sebelum memasuki area Monument Valley kita harus membeli tiket terlebih dahulu sebesar $20 per mobil dengan penumpang maksimal 4 orang. Apabila lebih dari 4 akan dikenai biaya tambahan $10 per orang.

Setelah melewati loket tiket, pengunjung bebas untuk memilih menyusuri self guided tour atau ikut salah satu tur dengan menggunakan jeep. Harga yang harus dikeluarkan untuk mengikuti guided jeep tour berkisar antara $50 – $85 per orang, tergantung dari jenis dan kapasitas tur yang dipilih. Konon perjalanan menggunakan jeep lebih disarankan karena jenis kendaraan ini lebih tangguh dan dapat menempuh jarak yang lebih jauh ketimbang tur dengan mengendarai mobil biasa. Kontur jalan yang berbatu serta debu yang beterbangan dan mengganggu pandangan menjadi penghalang utama.

Grand Canyon

Walaupun disebut paling akhir, bukan berarti Grand Canyon merupakan obyek wisata paling tak menarik. Justru sebaliknya, bentukan alam ini mampu mengundang decak kagum siapapun yang memandangnya. Sisi yang jamak dikunjungi oleh wisatawan adalah South Rim karena ketersediaan fasilitas yang lengkap. Namun sesungguhnya pengunjung dapat menikmati dari berbagai sisi yaitu Utara, Barat dan Selatan. Ada beberapa cara untuk menikmati obyek wisata ini yaitu dengan berjalan kaki, naik sepeda atau dengan menggunakan shuttle. Setelah membayar tiket masuk sebesar 25 USD per mobil yang berlaku selama tujuh hari, pengunjung dapat langsung masuk area parkir dan mengunjungi pusat informasi.

Di sini pengunjung mendapat peta yang berisi informasi hiking trail yang ditawarkan, sepeda yang dapat disewa, bahkan rute shuttle gratis yang disediakan. Penjaga Visitor Center itu juga memberi saran titik mana saja yang paling banyak diminati wisatawan. Berdasarkan informasi yang diberikan, saya pun bersemangat menuju Hermit Rest Route dan singgah di Trailview Overlook, Hopi Point, Mohave Point dan Pima Point. Saran yang diberikan sungguh tepat karena pemandangan yang tersaji tak henti-hentinya membuat saya terpesona.

Arizona ternyata memang negara bagian penuh pesona. Dari perbincangan dengan beberapa pengunjung di setiap obyek wisata dapat ditarik kesimpulan bahwa nama negara bagian ke-48 ini harum di luar Amerika. Saya bukan satu-satunya pengunjung mancanegara. Beberapa dari mereka bahkan menghabiskan waktu beberapa minggu untuk berkelana mengelilingi Arizona. Beberapa hal yang perlu diingat sebelum mengunjungi Arizona adalah jangan sampai melupakan tabir surya, air minum dan mengenakan pakaian serta sepatu yang nyaman. Tiga hal tersebut mungkin sering dipandang enteng namun sesungguhnya sangat penting mengingat perjalanan yang cukup melelahkan.

Tips for Your Trip!

Arizona merupakan salah satu negara bagian yang beruntung mendapatkan curahan matahari terus-menerus sepanjang tahun. Bulan April – Mei merupakan waktu yang ideal untuk menikmati keindahan bebatuan Grand Canyon dan sekitarnya tanpa harus tersiksa oleh sinar matahari yang sangat menyengat.

Persewaan mobil di Amerika relatif cukup mudah bagi wisatawan. Cukup dengan menunjukkan identitas diri berupa paspor, SIM dan kartu kredit, kita dapat memilih mobil yang ingin digunakan. Jangan lupa untuk memastikan bahwa nama di ketiga dokumen tersebut sama karena penyewa tidak diijinkan membayar dengan menggunakan kartu kredit orang lain. SIM dan kartu kredit Indonesia diakui di Arizona, jadi jangan ragu untuk melangkah menuju konter persewaan mobil.

Tarif mobil yang ditawarkan sangat bervariasi tergantung model yang diinginkan, tanggal ambil dan pengembalian mobil, durasi dan tentunya perusahaan persewaan. Jangan lupa untuk mengecek harga antar perusahaan di situs penyedia pembanding harga seperti www.hotwire.com, www.kayak.com, www.expedia.com dan tentu saja situs perusahaannya langsung. Beberapa nama yang tersohor antara lain Hertz, Enterprise, Avis, Budget, Alamo dan Thrifty. Anda juga bisa memesan langsung dari Indonesia, lho.

Selain tarif yang tercantum, Anda disarankan mengambil asuransi yang nominalnya beragam, mulai dari USD 9 sampai USD 25 per hari. Perhatikan dan baca betul klausul yang tertera. Apabila ada hal yang tidak Anda mengerti, petugas konter akan dengan senang hati menjelaskannya.

Visa

Informasi lengkap pengajuan permohonan visa Amerika dapat dilihat di link berikut: http://indonesian.jakarta.usembassy.gov/id/visas/mengajukan_visa.html

Secara singkat, langkah-langkahnya dapat dirangkum seperti di bawah ini:

  1. Membayar biaya visa sebesar $160 (Rp. 1.865.000,00)
  2. Mengisi Formulir DS-160 di web Kedutaan Amerika
  3. Mengisi profil permohonan wawancara
  4. Mengikuti wawancara (tidak dapat diwakilkan)

Mata Uang

Mata uang yang digunakan adalah US Dollar (USD)

How to Get There

Tiket Jakarta – Phoenix dapat diperoleh mulai dari $1.524 pulang pergi dengan rute Jakarta – Tokyo – Los Angeles – Phoenix. Waktu yang tepat untuk berkunjung adalah di bulan April karena belum terlalu panas.

Where to Sleep In

Website pembanding harga juga berguna untuk mendapatkan gambaran harga hotel. Hotel di kota dekat tempat wisata seperti Sedona memasang harga minimum 500.000 per malam di musim non liburan dan bisa mencapai 1,5 juta per malam saat peak season.

Tags:
July 31, 2015

(Bukan) Fiksi Mini di Kartini Mei 2015

IMG_2464

Jelas bukan sebuah fiksi mini kalau syarat minimal karakter adalah sebanyak 14.000. Oktober tahun lalu saya iseng-iseng mengirim cerpen ke majalah Kartini. Minggu demi minggu tak ada kabar, saya anggap biasa. Awal Januari baru saya dapat tanggapan dari redaksi yang menyatakan cerita buatan saya terlalu singkat, hanya 7.500 karakter dari total 14.000 yang dibutuhkan.

Berhubung project saya di kantor sedang hot-hot-nya jadi saya abaikan saja e-mail redaksi tersebut. Jangankan memperpanjang cerita, cari waktu buat rebahan saja susah! Sampai akhirnya tanggal 6 April lalu saya dikirimi surat cinta lagi. Kurang lebih intinya mengingatkan bahwa redaksi sudah minta cerita saya untuk direvisi dan sekarang mereka menunggu hasilnya.

Walah, cerita saya ditunggu tho.. Ngebut, saya buru-buru berkhayal bebas, segala hal yang terlintas di benak saya campur adukkan ke dalam ceritanya. Mulai dari kenangan masa SMA, lagu favorit waktu kuliah sampai nama artis yang terkenal belasan tahun yang lalu juga saya jadikan pelengkap. Tanggal 7 April saya kirim hasil revisinya.

Hasilnya.. Alhamdulillah nama saya muncul di Majalah Kartini terbitan 28 Mei 2015 lalu 😀

Tags:
June 21, 2015

Dimuat di Cleo Magazine Maret 2015

IMG_2408Ini sebenarnya tulisan yang sangat terlambat, karena artikelnya sudah dimuat di majalah terbitan Maret, 3 bulan yang lalu. Ya maaf, yang punya blog belakangan ini agak malas buat posting, jadi baru sempat dibahas sekarang.

Jadi ceritanya beberapa bulan yang lalu saya dan suami sempat jalan-jalan ke Neuschwanstein Castle di Bavaria, Jerman. Saking terkesan dengan pemandangan dan juga cerita di baliknya, pulang-pulang saya sengaja membuat satu artikel khusus tentang kastil ini.

Berhubung sudah lama banget, kayaknya nggak apa-apa khan ya kalau saya posting di sini. Mohon maklum kalau artikelnya panjang, Cleo memang mensyaratkan sekitar 9.000 karakter dan ini termasuk requirement yang lumayan sulit dipenuhi buat saya. Untung saja masih bisa tembus, hehe.

Beberapa bagian, terutama judulnya, kena gunting editor majalah Cleo jadi judul yang ada di posting blog ini dengan yang dimuat benerannya memang nggak sama.

20140528_071953

Saya dan suami dengan latar belakang Neuschwanstein Castle

Sehari di Kastil Sleeping Beauty

Neuschwanstein Castle, sebuah istana yang terkenal karena dibangun di atas imajinasi sekaligus kisah tragis sang pendiri: Raja Ludwig II. Tak hanya kalangan biasa, sosok sehebat Walt Disney pun ikut tersihir oleh pesona arsitekturnya, sampai-sampai kastil Puteri Tidur di Disneyland dibangun berdasarkan inspirasi dari kastil yang terletak di Bavaria, Jerman ini.

Memasuki ruangan demi ruangan, menikmati lukisan, dan mengagumi megahnya lampu gantung serta keindahan pemandangan dari jendela kastil merupakan kemewahan yang patut dikenang. Kehidupan raja dan ratu di abad pertengahan selalu menarik untuk diulas, apalagi dihias dengan dongeng di baliknya. Dua kastil yang terletak berdekatan, Neuschwanstein dan Hohenschwangau terlihat megah namun menyimpan kisah muram di balik keanggunan dan indahnya tata ruangnya.

Kastil Neuschwanstein disebut sebagai proyek ambisius King Ludwig II of Bavaria yang secara diam-diam dijuluki Mad King Ludwig. Dibangun tahun 1869 dan belum selesai saat Ludwig meninggal tahun 1886, kastil ini menyimpan romantisme yang menawan. Bukan hanya desain arsitektur atau pernak-pernik yang tersimpan yang membuat istana ini menonjol, namun juga fasilitas yang modern atau bahkan bisa dibilang revolusioner untuk ukuran masa itu.

Untuk menjangkau lokasi istana Raja Ludwig ini pengunjung dapat menggunakan kereta dari stasiun Munich menuju stasiun Fussen selama kurang lebih 2 jam dan kemudian dilanjutkan dengan bus tujuan Hohenschwangau bernomor 72. Dari halte pemberhentian di Hohenschwangau saya meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki sekitar 10 menit menuju loket penjualan tiket. Tiket yang dijual ada tiga macam, tiket individual masing-masing untuk Neuschwanstein Castle dan Hohenschwangau Castle atau tiket kombinasi untuk kedua kastil tersebut.

Pengunjung tidak dapat memasuki kastil tanpa pemandu wisata, jadi jadwal kunjungan ke masing-masing kastil sudah ditetapkan sewaktu kita membeli tiket. Apabila kita membeli tiket kombinasi, akan ada jeda waktu sekitar 2 jam di antara kastil pertama dan terakhir. Waktu yang diberikan cukup lama karena Neuschwanstein Castle terletak di puncak bukit dan membutuhkan waktu sekitar 1 jam perjalanan berjalan kaki atau 20 menit dengan menggunakan shuttle bus.

Penjual tiket yang berjaga pada saat itu sangat ramah. Ia bahkan memberi informasi bahwa apabila saya menginap di hotel tertentu, ada diskon spesial yang ditawarkan. Bahasa Inggris yang dilafalkan juga cukup bagus sehingga tidak menyulitkan saya yang tidak mengerti bahasa Jerman selain ‘danke’.

Detil Kastil Hohenschwangau yang Memukau

Seusai membeli tiket dan mengingat nomor tur yang tertera, saya langsung menuju kastil pertama: Hohenschwangau. Letak istana ini tidak terlalu jauh dari loket, hanya 20 menit berjalan kaki dengan kontur jalan yang menanjak. Memang dibutuhkan kondisi fisik yang cukup prima untuk berkunjung ke sini karena selain letak kastil ada di atas bukit, seluruh tur di dalamnya juga menuntut pengunjung untuk naik turun tangga yang curam.

Sesampainya di gerbang masuk saya disambut oleh papan elektronik yang menunjukkan waktu sekaligus nomor tur yang diijinkan masuk. Apabila nomor tur kita sudah tercantum, pengunjung bisa menunjukkan tiket untuk kemudian dipindai oleh petugas. Saya menaiki tangga menuju bagian dalam dan ternyata sudah ada petugas yang menunggu. Tak lama kemudian sang pemandu wisata mengumumkan beberapa hal seperti larangan keras untuk mengambil gambar di dalam kastil dan beberapa poin penting lain seperti peringatan untuk segera memberitahu pemandu apabila ada pengunjung yang merasa tidak mampu melanjutkan perjalanan.

Saat itu rombongan saya cukup banyak, sekitar 50 orang. Secara beriringan kami dipersilakan masuk ke dalam ruangan demi ruangan seperti ruang tidur & ruang baca Raja & Ratu,  ruang berhias dan bahkan ruang tempat Raja Ludwig menempatkan teleskop untuk mengawasi pembangunan kastil Neuschwanstein. Beberapa ruangan memiliki beberapa detil menarik seperti pintu rahasia dan bahkan bulan dan bintang elektrik yang terpasang di salah satunya.

Sang pemandu bercerita mengenai detil-detil kastil dan sejarah pemilik kastil yaitu Raja Maximilian, ayahanda Ludwig II. Kastil ini sesungguhnya hanya merupakan tempat peristirahatan musim panas bagi Raja Maximilian, Ratu Marie beserta kedua putra mereka: Pangeran Ludwig II yang kemudian bergelar King Ludwig II of Bavaria dan Pangeran Otto yang kemudian dinobatkan menjadi King Otto I of Bavaria.

Masa kecil kedua pangeran banyak dihabiskan di kastil ini, sampai-sampai beberapa tahun kemudian Ludwig II memutuskan untuk membangun kastil impiannya sendiri tak jauh dari Hohenschwangau Castle.

Ludwig, Sang Raja yang Eksentrik

Di tahun 1864 Raja Maximilian meninggal secara mendadak sehingga Pangeran Ludwig II segera naik tahta walaupun usianya baru 18 tahun. Tanpa didukung pengalaman yang matang ditambah dengan minat seni yang lebih menonjol daripada memegang tampuk pemerintahan, Raja Ludwig II dikenal sebagai pribadi yang unik. Sang Raja lebih tertarik untuk mengundang komposer favoritnya, Richard Wagner, ketimbang menghadiri acara-acara resmi formal yang seharusnya dihadiri sosok sang Raja.

Tak hanya itu, Raja muda ini juga mengidamkan untuk hidup selayaknya maharaja di jaman-jaman kuno, di mana ia bisa bebas hidup bermewah-mewah dan dapat memerintah semaunya sendiri tanpa peduli peraturan. Perlu diketahui memasuki abad 19 raja-raja di Eropa sudah tidak bisa lagi melakukan hal ini lagi karena mereka harus tetap tunduk pada konstitusi yang ada dan harus memperhatikan aturan-aturan dari Dewan Kota. Untuk memuaskan keinginan duniawi nya ini, Ludwig II kemudian membangun rumah peristirahatannya yang baru layaknya istana di atas bukit angsa yang terletak tidak jauh dari rumah peristihatan keluarganya yang lama, Schloss Hohenschwangau.

Di rumah barunya itu, Schloss Neuschwannstein, Ludwig II bebas menyalurkan daya imajinasi tentang bagaimana seharusnya Maharaja tinggal di sebuah kerajaan yang kaya dan sentausa. Bagaimana seharusnya seorang Raja tidur di kamarnya yang mewah, menggelar pesta dansa nan mewah, dan duduk di tahta yang megah. Sesuatu yang pada saat itu tak lazim dilakukan oleh seorang raja sekalipun. Hal inilah yang kemudian menghabiskan seluruh kekayaan dan pada akhirnya, hidupnya sendiri.

Bahkan di bawah kepemimpinannya pula Bavaria kehilangan posisinya sebagai kerajaan yang independen karena kalah saat perang melawan Prussia. Kekalahan ini menjadikan Bavaria menjadi bagian dalam Imperium Jerman.

Raja Ludwig II tak pernah menikmati perwujudan imajinasinya karena saat beliau meninggal dunia, kastil ini masih jauh dari selesai. Di penghujung akhir tur kami juga melihat beberapa ruangan yang sengaja dibiarkan terbengkalai, sengaja untuk menunjukkan bahwa istana yang dibangun di atas bukit angsa ini memang dibangun secara berlebihan. Di sini sangat terlihat kontrasnya perbedaan undak-undakan kaki yang terdapat di bilik-bilik istana yang telah selesai dihias dengan megah dengan ubin dan tangga pada bagian-bagian lain istana. Bagian yang belum selesai hanya dibiarkan tertutup semen tanpa cat. Kita bisa merasakan langsung di sana betapa eksentriknya sang raja kala masih duduk di atas tahta angsa Bavaria.

Walaupun tujuan awal kastil itu dibuat tidak akan dibuka untuk umum tetapi kemudian pemerintah melihat adanya peluang untuk memperoleh pendapatan tambahan. Terlebih melihat lokasinya yang cukup menarik didukung dengan kisah misterius meninggalnya sang pemilik kastil. Sebagai persiapan pembukaan untuk umum, Gubernur Luitpold menambahkan listrik dan fasilitas lain supaya kondisi kastil lebih ramah pengunjung. Luitpold meninggal dunia di tahun 1912, setahun sebelum akhirnya kastil dibuka untuk umum.

Lokasinya yang terpencil merupakan berkah tersembunyi karena terbukti hal inilah yang menyelamatkannya dari kehancuran saat Perang Dunia II bergejolak. Walaupun saat ditinggal pergi pemiliknya istana ini belum selesai, ruangan-ruangan yang sudah jadi sangat indah. Kamar tidur sang Raja berisi tempat tidur besar dan bagian atasnya penuh dengan ukiran gambar semua Pemandu wisata bercerita mengenai teknologi revolusioner yang ada di dalam kastil seperti fasilitas pemandian air panas, di mana air diambil dari sumber mata air yang cukup jauh letaknya dengan menggunakan sistem yang termasuk modern di masa itu. Belum lagi pintu rahasia di kamar yang menuju ke toilet dan tempat cuci tangan yang berbentuk angsa serta automatic flushing system di dalam toilet.

Akhir Kisah Hidup yang Tragis

Raja Ludwig II terkenal akan sifatnya yang tidak biasa, sehingga ia popular di kalangan rakyatnya. Beberapa sumber mengatakan bahwa ia membangun kastil Neuschwanstein dengan uang pribadinya, tanpa mengusik kas negara sama sekali. Sayang akhir hidupnya tidak terlalu indah. Pada tanggal 10 Juni 1886 ia dinyatakan tidak waras oleh pemerintah sehingga tidak kapabel menjabat sebagai Raja. Tiga hari kemudian ia ditemukan tewas di dalam danau Starnberg. Rumor menyebutkan ia bunuh diri karena vonis yang baru diterimanya. Namun ada juga kabar burung yang mengatakan bahwa tak ditemukan air di dalam paru-parunya sehingga kemungkinan ia dibunuh juga terbuka lebar. Sampai saat ini kebenaran mengenai kematian Ludwig II tak pernah diketahui dengan pasti.

Terlepas dari kisah hidupnya yang tragis, kreativitas Raja Ludwig II memancing ide Walt Disney untuk membangun kastil yang bentuk eksterior dan interiornya menyerupai istana idaman. Kastil Aurora sang Sleeping Beauty di Disneyland dibangun berdasarkan gambaran tersebut. Disneyland Park California merupakan Disney park pertama di dunia yang otomatis menjadikan Sleeping Beauty Castle sebagai kastil tertua di dunia.

Menjangkau Hohenschwangau

Kota besar terdekat dari Hohenschwangau adalah Munich. Penerbangan dari Jakarta pada umumnya singgah di Singapura atau Kuala Lumpur sebelum lanjut ke Jerman. Tiket dapat diperoleh mulai dari USD 1.050 pulang pergi. Dari Munich Anda dapat melanjutkan perjalanan dengan menggunakan Regional Express Train menuju Füssen dan dilanjutkan dengan naik bis yang banyak tersedia di seberang stasiun Füssen.

Anda tidak perlu membawa uang Euro langsung dari Indonesia karena ATM di Bandara atau Stasiun menerima kartu bank Indonesia, namun sebelumnya jangan lupa untuk menginformasikan bank Anda bahwa akan ada penarikan tunai di luar negeri untuk mencegah pihak bank memblokir rekening Anda

Tips for your trip

  1. Usahakan untuk datang di pagi hari karena jadwal tur berbahasa Inggris tidak sebanyak tur berbahasa Jerman
  2. Siapkan stamina yang prima karena perjalanan menempuh kastil ini membutuhkan tenaga yang cukup besar
  3. Tiket masuk masing-masing kastil sebesar EUR 12, sementara tiket kombinasi sebesar EUR 20
  4. Be on time! Pengunjung harus masuk sesuai dengan jadwal yang tertera di tiket. Pastikan anda sudah siap di depan gerbang masuk kastil 10 menit sebelum waktunya.
  5. Perhatikan jadwal shuttle bus dari loket tiket ke Neuschwanstein dan sebaliknya karena bila ketinggalan bus maka pengunjung harus berjalan kaki sekitar 1 jam lamanya.
  6. Apabila anda tidak berencana kembali ke Munich di hari yang sama, perhatikan juga jadwal kereta dari Fussen ke Munich.
Tags:
February 6, 2015

Dimuat di Kompas KLASS

QR Code 2

Semua mungkin tahu kalau Kompas merupakan media nasional yang tentunya sulit ditembus. Tak percaya? Saya mengalaminya sendiri saat mengirim naskah pertama.

Kiriman artikel jalan-jalan pertama saya yang bertema Arizona mendapatkan e-mail balasan tiga minggu setelahnya dengan keterangan bahwa untuk dapat menjadi kontributor Kompas KLASS minimal harus memiliki pengalaman 10.000 jam terbang di bidangnya. Tentu ini berlaku untuk rubrik-rubrik khusus, sedangkan untuk rubrik Pelesir Kompas KLASS harus memiliki passion di bidang traveling dalam dan luar negeri dan kalau bisa dibuktikan dengan karya yang pernah dimuat di media. Beberapa hari kemudian sang editor membalas e-mail saya dengan keterangan bahwa dalam waktu dekat Kompas KLASS sudah mengagendakan untuk memuat artikel bertema sama jadi naskah saya tidak dimasukkan dalam pertimbangan redaksi.

Tanpa putus asa saya membuat naskah baru bertema roadtrip di Amerika. Tentunya saya senang saat mendapat balasan e-mail dari editor Kompas KLASS yang berisi masukan dan permintaan beberapa foto tambahan. Setelah itu beberapa kali berbalas e-mail untuk mengkonfirmasi beberapa hal dan poin yang ditulis di dalam artikel.

Berbeda dengan artikel untuk majalah, di Kompas ternyata lebih menekankan pada foto walaupun narasi tetap harus diperhatikan. Total foto yang dimuat di Kompas sebanyak 5 foto namun sebenarnya masih ada beberapa foto yang bisa diakses di web kompasprint.

Proses mulai dari kirim naskah pertama kali sampai dimuat termasuk sangat cepat. Saya kirim tanggal 17 Januari 2015, dua hari kemudian langsung dibalas oleh sang penjaga gawang Kompas KLASS yang memberi beberapa masukan untuk ditambahkan dalam narasi.

Jelas saya menganggap ini cepat karena pengalaman dengan media lain yang kebetulan mayoritas adalah majalah, biasanya e-mail saya mendapat tanggapan minimal satu minggu setelah pengiriman naskah. Lebih kaget lagi sewaktu hari Kamis, 5 Februari 2015 lalu saya mendapat kabar bahwa naskah akan dimuat keesokan harinya. Wow! Langsung deh saya blingsatan mengirim kabar pada orangtua, adik-adik dan saudara lain untuk jangan lupa membeli Kompas Jum’at. Hahaha, agak sedikit norak boleh donk. Namanya juga pertama kali dimuat di Kompas.

QR Code 3 QR Code 1

Tags: