April 25, 2021

Staycation di Rumah Sakit Medistra (part 1)

Di hari libur Isra Mikraj bulan Maret lalu sebenernya saya sudah merencanakan staycation lain. Udah book kamar lewat web hotelnya segala malah. Check in hari Kamis lalu check out-nya di hari Minggu. Dan karena memang hanya libur di dalam kota, saya memang ga packing sama sekali.

Hari Rabu siang, Yoga mengeluh kurang enak badan. Sepertinya GERD-nya kambuh, katanya. Malamnya pas dia pulang kantor, mendadak juga langsung muntah-muntah dan kedinginan. Kami kira Yoga hanya masuk angin biasa, jadi treatment-nya pun sederhana, hanya minum Antangin, pakai sweater, minum air hangat (Yoga ga suka minum minuman berwarna), lalu tidur. Tengah malam itu saya beberapa kali terbangun karena denger Yoga muntah-muntah. Tapi kami lagi-lagi masi menyangka itu masuk angin biasa.

Keesokan paginya Yoga masih mengeluh ga enak badan. Sempat terbersit mau langsung ke dokter, tapi dalam kondisi pandemi gini, mau bawa ke rumah sakit juga rasanya berpikir seribu kali ya. Akhirnya saya putuskan konsultasi lewat Halodoc. Beberapa menit konsultasi, diagnosa dari dokter: infeksi pencernaan. Saya tebus obatnya dan langsung diminum Yoga. Beberapa jam kemudian, kok ini masih muntah-muntah. Dihitung dari malam sebelumnya, total sudah 7 kali! Saya bilang ke Yoga, kalau masih muntah sekali lagi, saya bawa ke rumah sakit terdekat. Untung saja Yoga bersedia.

Benar saja, 30 menit setelah saya bilang begitu, Yoga muntah lagi. Langsung saya bawa Yoga ke rumah sakit terdekat: Medistra. Pertimbangan saya, di bulan Desember 2019 lalu Yoga sempat dibawa ke sini juga gara-gara GERD. Kalau ternyata kali ini sebabnya sama, harapannya bisa lebih cepat karena diagnosa sakit sebelumnya sudah ada. Begitu sampai rumah sakit, saya langsung mengarahkan Yoga ke UGD supaya bisa langsung ditangani. Penanganan di UGD cukup sigap, baik dari dokter maupun perawatnya.

Sungguh saya lupa sama sekali untuk menyampaikan kondisi Yoga bahwa dia mengidap diabetes type 1 sejak tahun 2006. Diabetes type 1 itu adalah diabetes yang memang tidak bisa disembuhkan karena tubuh sudah tidak dapat memproduksi insulin atau mungkin masih bisa produksi tapi sedikit banget, jauh dibandingkan kebutuhan sehari-harinya. Dokter UGD cukup shock waktu mengukur kadar gulanya: 600!

blood sugar level less than 140 mg/dL (7.8 mmol/L) is normal. A reading of more than 200 mg/dL (11.1 mmol/L) after two hours indicates diabetes. A reading between 140 and 199 mg/dL (7.8 mmol/L and 11.0 mmol/L) indicates prediabetes.

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/diabetes/diagnosis-treatment/drc-20371451#:~:text=A%20blood%20sugar%20level%20less,mmol%2FL)%20indicates%20prediabetes

Setelah mengetahui kadar gula Yoga yang 3 kali lipat batas normal, sang dokter mengambil tindakan preemptive dengan mengukur parameter lain di lab. Paralel, Yoga disuntikkan insulin dengan dosis 20 unit. Dosis yang sangat besar, dan ternyata belakangan Yoga cerita kalo dalam kondisi nyaris tidak sadar dia masih sempat mendengar dia mau disuntik 20 unit insulin. Pikirannya saat itu “Mati, nyuntik segitu gulaku bisa jadi minus dan aku malah hipo parah. Tapi ya udahlah ya, udah di RS ini.”

Sebagai perbandingan, biasanya Yoga nyuntik 8 unit kalau makan selain nasi dan 13 unit kalau hidangannya berupa nasi. Makanya kebayang khan, mau disuntik 20 unit itu kayak apa.

Untungnya sih, tidak sampai kejadian Yoga hipoglikemik karena disuntik insulin dosis ultra besar. Walaupun pas dites lagi 1 jam kemudian, gula darahnya mulai turun jadi 544. Karena turunnya cuma sedikit banget, disuntik insulin lagi 20 unit. Haduuuh…

Setelah hasil lab keluar, dokter bilang “ketoacidosis“. Sebuah kondisi yang memang sering ditemui di penderita diabetes. Dan sebenarnya Yoga sudah pernah sakit semacam ini dua kali, tahun 2008 dan 2013. Yang tahun 2013 itu malah pas kami masih di Amerika. Jadi kalau di Twitter sedang rame-ramenya pembahasan mengenai BPJS vs Health Insurance di Amerika, kami cuma ketawa aja. Pada belum tahu mereka kalo nginep semalam di ICU rumah sakit di Amerika kena tagihan 10.000 USD alias 120 jutaan yang ga ditanggung oleh insurance yang dipunya waktu itu karena preexisting condition.

Balik lagi ke hasil diagnosa dokter:

Diabetic ketoacidosis is a serious complication of diabetes that occurs when your body produces high levels of blood acids called ketones.

The condition develops when your body can’t produce enough insulin. Insulin normally plays a key role in helping sugar (glucose) — a major source of energy for your muscles and other tissues — enter your cells. Without enough insulin, your body begins to break down fat as fuel. This process produces a buildup of acids in the bloodstream called ketones, eventually leading to diabetic ketoacidosis if untreated.

If you have diabetes or you’re at risk of diabetes, learn the warning signs of diabetic ketoacidosis and when to seek emergency care.

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/diabetic-ketoacidosis/symptoms-causes/syc-20371551

Intinya sih, Yoga sakit karena darahnya terlalu asam karena kebanyakan keton yang kemudian membuat lambungnya selalu bergejolak, memuntahkan lagi makanan yang masuk. Waktu masuk UGD keton di badan Yoga diukur mencapai angka 6.0, sementara di badan orang normal cuma 0.6. Yah bisa dibilang sakit keracunan keton lebih gampangnya ya

Fokus dokter saat itu hanyalah menstabilkan gula darah yang sekaligus juga menurunkan level keton dalam darah. Dan dokter UGD sangat menyarankan supaya Yoga dirawat di ICU supaya lebih dapat terkontrol. Berhubung dalam situasi COVID begini, sebelum masuk ruang ICU, Yoga harus swab test terlebih dahulu. Setelah hasil swab keluar dan Yoga dinyatakan negatif, resmilah Yoga masuk ICU dan saya tidak boleh menemui sama sekali. Apa boleh buat, hari itu akhirnya saya pulang ke rumah.

April 17, 2021

Staycation di Hotel Mulia Senayan

Di hari libur Paskah lalu kami staycation untuk ke-sekian kalinya, kali ini di Hotel Mulia Senayan. Alasan utama memilih di sini karena dekat dengan GBK. Alasan kedua: karena belum pernah di sini

Check in

Proses check in di sini agak lama karena mengantri. Ternyata banyak lho yang liburan kayak saya, sampai-sampai mau check in saja sampai antri. Tapi untungnya pihak resepsionis cukup sigap, ada slot tambahan yang dibuka khusus melayani check in. Saya agak kurang suka dengan proses di sini karena diharuskan menaruh deposit walaupun saya sudah bilang minibar dikunci saja. Kartu kredit saya di-hold sampai 6 juta rupiah, total antara harga kamar dan deposit kamar. Saya iseng nanya, kalau saya ngga punya kartu kredit bisa ngga depositnya dengan kartu debit atau cash. Sang resepsionis bilang bisa, tapi kalau dengan kartu debit nantinya akan kena charge. Trus nanya lagi, depositnya emang berapa sih kok sampe di-hold gede banget. Katanya sih 2.5 juta rupiah. Jadi yaaa kalo nginep di sini dan ngga mau kasi kartu kredit atau ngga punya kartu kredit, kudu siap-siap uang tunai 2.5 juta untuk deposit. Sebuah aturan yang aneh, ngga pernah saya temui di Gran Melia, Fairmont, Mandarin Oriental atau Ritz Carlton.

Kamar

Nah sekarang waktunya masuk ke kamar. Interiornya mewah tapi terkesan kayak interior orang kaya jaman dulu. Kebayang ga sih, bukan yang tipe minimalis gitu.. Tapi lebih ke klasik dan agak ke kerajaan kerajaan gitu.

Salah satu area lobby. Klasik banget khan
Kasurnya nyaman banget

Luas kamarnya sendiri sih so so ya, terdiri dari area lemari, bathroom dan bedroom. Di bedroom-nya sendiri ada sofa dan meja kerja. Sofanya beneran empuk dan nyaman diduduki atau ditiduri, bukan cuma sekedar sofa pajangan.

Meja area jajanan dan buah

Restoran dan Makanan

Nah sekarang soal restoran dan makanannya. Saya ambil paket kamar dengan dining voucher sebesar 900.000 yang bisa digunakan selama periode menginap. Voucher makan ini di luar sarapan tentunya. Awalnya tuh sempet bingung mau dipake kapan, makan siang atau makan malam. Akhirnya diputuskan untuk dipake tiap makan malam, baik di malam pertama menginap maupun di malam kedua. Dan karena kami sama-sama malas turun ke restoran jadinya untuk voucher ini dipakai untuk makan malam di kamar alias in room dining. Jujur, ini baru kali pertama saya nyobain in room dining. Ternyata kita dikasih meja tho buat naruh piring-piringnyaa. Kirain kita disuruh menggunakan meja kerja buat makan.. hahaha.

Menu makan malam pertama

Awalnya saya ga pasang ekspektasi tinggi atas rasa makanannya. Ha, ternyata rasanya ENAK BANGET! Beneran enak.. Walaupun harganya tetep mahal si menurut ukuran saya. Ini sih kalo disuruh bayar sendiri ngga pake voucher saya ogah.

Ga seru bahas makanan kalo ga cerita soal sarapan. Saya sengaja turun sarapan jam 6.15. Sepagi mungkin biar ga ketemu orang pokoknya. Dan benar saja, jam segitu belum banyak manusia yang turun. Saya dan Yoga adalah group ketiga yang memasuki restoran. Begitu duduk, seperti biasa saya langsung pesan satu cafe latte sebelum mulai ngider. Di sini ternyata sashimi-nya ga pelit.. Salmonnya banyak dan ginuk-ginuk. Alhasil saya bolak-balik deh ke meja Japanese menu demi nambah piring sashimi. Kalo menu lainnya sih ngga istimewa, saya sempet nyobain lontong sayur dan roti bakarnya.

Istriku habis ini minta diajak nginep di mana lagi
Ini sarapan hari kedua, Yoga udah pasrah dan mukanya ga merana kayak kemarin

Outdoor View

Lokasi kamar kami di Hotel Mulia ini agak kurang enak, soalnya lokasinya ngga lebih tinggi dari gedung sebelah jadi kalo buka jendela view-nya ya persis jendela gedung sebelah yang ngga tau dah itu kantor atau gedung partai. Jadi ga usah disajikan di blog post ini lah ya.

Kolam renangnya, nah ini beda cerita. Hotel Mulia ini kolamnya geda, jadi walopun ada beberapa orang yang berenang, masing-masing bisa ga saling tabrakan gitu. Saling mengurusi urusan masing-masing, ga ngurusin orang. Asik khan kalo yang model gini.

Sayang saya waktu itu fokus ke berenang jadi ngga terlalu banyak foto-foto.

Kurang lebih itu deh ulasan singkat mengenai staycation di Hotel Mulia ini. Pingin ke sini lagi ga? Nggg, walaupun pengalaman menginap di sini menyenangkan, tapi mengingat proses hold deposit itu kok saya agak males ya. Emang sih uangnya dibalikin di akhir masa stay, tapi tetep aja saya ga suka kartu kredit saya di-hold segitu gedenya. Bukan apa-apa, ini bukan praktik yang jamak di hotel-hotel lain, kok ya bisa di sini beda sendiri begitu.

April 11, 2021

Staycation di Ritz Carlton Pacific Place

Ini adalah cerita staycation yang tertunda, karena nginepnya sendiri sebenernya di bulan Februari tapi baru ditulis April 2021. Dan sebenernya setelah Februari ini ada satu staycation lagi yang belum ditulis, tapi biar itu jadi antrian berikutnya ajah.

Kenapa memilih Ritz Carlton PP? Kenapa ga Ritz Carlton Mega Kuningan atau hotel lainnya? Well, alasan pertama karena Ritz Carlton PP dekat dari Gelora Bung Karno jadi kalau mau olahraga pagi atau sore tinggal jalan sedikit udah langsung nyampe lokasi. Alasan kedua karena di Ritz Carlton PP ada tawaran paket yang sudah termasuk makan satu hari penuh mulai dari sarapan, snack siang, makan siang, camilan sore sampai makan malam. Sangat menarik untuk yang doyan makan seperti saya. Dan juga paket makannya lebih lengkap ketimbang yang ditawarkan di Fairmont.

Check in

Proses check in relatif mudah dan cepat ya karena memang saya sudah melakukan prepayment sebelumnya jadi tinggal proses pencocokan data dan sedikit verifikasi tambahan plus pendaftaran mobil untuk mendapatkan fasilitas free parking. Soalnya kalo ngga didaftarin, parkirnya muahal banget. Ada komponen charge jam-jam-an dan charge menginap.

Elevator dan Kamar

Kelar urusan check in, kami diarahkan menuju lift yang ternyata agak pe er karena untuk menuju area kamar ternyata harus pindah lift. Kamar kami ada di lantai 26, sementara lift yang tersedia di lobby hanya melayani sampai lantai 21. Lantai 21 ini adalah common area yang terdiri dari club lounge dan restoran, tempat kami akan makan sehari-hari. Di lantai 21 harus pindah lift yang melayani lantai-lantai yang ada kamarnya. Begitu sampai kamar, tentu saja foto-foto semua area buat kenang-kenangan.

Kamarnya cukup luas, terdiri dari 3 section: foyer, bedroom dan bathroom + walk in closet. Di bedroom area ada meja dan kursi kerja, tempat di mana Yoga sehari-hari main game alias coding di situ.

Sehari-hari sih saya biasanya ngendon di kasur yang kurang nyaman buat saya. Ga nyaman karena terlalu empuk dan kurang men-support pinggang dan punggung yang pernah bermasalah. Beberapa tahun lalu saya pernah kecetit alias sakit pinggang gara-gara salah posisi waktu latihan di gym. Walaupun sakitnya cukup ringan, ga sampe parah banget tapi lumayan nyeri dan bikin meringis kalo diinget. Bener-bener saya ngga nyangka kalau yang namanya syaraf kejepit itu bisa sesakit itu. Kadang kalau salah gerak bisa kerasa kayak kesetrum seluruh badan dan bikin nangis. Dulu sih sakitnya cuma beberapa minggu ya, tapi kayaknya kalau sekali kita pernah sakit, selamanya pinggang itu ga bakal pulih sempurna sih. Ini saya sok tau sebenernya hahahaha, karena belum mencari informasi pendukung yang kuat. Pokoknya waktu saya tidur di kasur ini ga kerasa enak, sementara Yoga malah angler aja tidurnya.

Kasurnya ini kurang cocok untuk yang punya masalah dengan pinggang karena terlalu empuk

Restoran dan Makanan

Makanan yang tersedia di sini cukup bervariasi dan enak-enak semua. Mohon diingat, tapi jangan pernah percaya atas review makanan saya ya karena hanya terdiri dari dua rasa: enak dan enak banget. Ini sebenernya bisa jadi hal baik atau bisa juga sebaliknya. Baik, karena berarti saya gampang aja makan apapun dan ngga pernah ngeluh. Ngga bagus, karena berarti ulasan saya ngga bisa diandalkan hahaha.

Kalo ada susu, berarti ini makanan Yoga karena saya ngga suka susu

Outdoor View

Biasanya di setiap kali sesi staycation saya selalu menyempatkan diri buat berenang dan olahraga pagi di sekitar hotel. Seringkali malah aktivitas fisik yang tercatat di HP akan sangat jauh melebihi catatan di hari biasa karena dua hal itu. Gitu juga dengan kali ini, saya sengaja berenang untuk melegakan kondisi pinggang. Inget khan di atas tadi saya menyebutkan soal syaraf kejepit? Nah waktu saya sakit itu, salah satu terapi yang dilakukan adalah berenang dan beberapa gerakan yoga. Luar biasa memang berenang itu, bisa sangat melegakan pinggang yang nyeri.

Namanya juga hotel yang berlokasi di area SCBD alias Sudirman Central Business District.. View yang ada di luar jendela ya apalagi kalo bukan gedung-gedung perkantoran. Ntar deh besok-besok kalo mau dapet pemandangan yang lebih ijo royo-royo kita nginepnya di Lembang atau Puncak.

Jadi gimana penilaian keseluruhan mengenai Ritz Carlton PP ini? Memang beneran ya, ada harga ada rupa. Dengan harga sekian, layanan yang ada di Ritz Carlton ini memuaskan. Staff hotel yang kami temui ramah-ramah, bahkan waitress di restoran menyapa saya dengan nama dan hapal dengan menu sarapan saya dan Yoga. Tanpa diminta, mbak waitress langsung mengkonfirmasi pesanan minum saya: iced latte dan susu dingin.

Apakah akan datang ke sini lagi? Yep, tapi tunggu daftar hotel staycation lain selesai kami datangi karena saat ini masih ada beberapa lokasi yang masuk dalam daftar saya.

December 29, 2020

Staycation di Hotel Mandarin Oriental

Kayaknya lama-lama ini blog isinya mayoritas cerita tentang staycation aja deh. Habis mau cerita tentang apa, wong sehari-hari kegiatan saya isinya cuma bangun, kerja, istirahat, tidur. Repeat. Bahkan ngga ada cerita tentang perjalanan pergi atau pulang dari kantor, karena sampai sekarang ya saya masih bekerja dari rumah. Ngga ada cerita sharing resep karena saya ngga pernah masak. Ngga ada cerita tentang berkebun karena memang ngga punya lahan untuk punya tanaman. Salah satu hiburan kami selama pandemi ini ya akhirnya staycation di hotel.

Di staycation kali ini, kebetulan sudah staycation yang ke-empat, saya memilih Hotel Mandarin Oriental yang berlokasi di Bundaran HI dengan alasan: ada bonus 1 malam gratis kalau daftar jadi member. Saya memang memilih waktu di liburan Natal, jadi check in di tanggal 24 Desember lalu check out di tanggal 27 Desember.

Pengalaman check in saya agak kurang menyenangkan. Sehari sebelumnya saya mendapat email dari pihak hotel yang menyarankan agar saya check in jam 3 sore. Ok, saya pun datang jam 3.. Kalo ga salah malah jam 3 lebih 15 menit deh. Dan ternyata kamar saya masih belum siap, jadi kami harus menunggu. Berapa lama nunggunya? 45 menit saja, sodara-sodaraa.. Ini ya sebenernya kalau mereka minta supaya saya check in jam 4 aja juga gapapa lho, daripada saya harus nunggu 45 menit di lobby.

Anyway, kekecewaan sewaktu atas proses check in terlupakan segera setelah masuk kamar, karena kamarnya luas dan menyenangkan. Ngga seluas kamar di Fairmont sih, tapi tetap saja besar. Terdiri dari toilet, closet, kamar mandi dan vanity-nya, area kerja, sofa dan tentu saja tempat tidur lengkap dengan nakasnya. Dengan view Bundaran HI, saya rasa kamar kami sangat memuaskan. Buat apa coba kalo nginep di daerah bundaran HI tapi ngga dapat view ke sana? Di beberapa kesempatan, saya dan Yoga bersandar di sofa sambil memandangi keriuhan di bawah sana. Melihat mobil berlalu lalang, pejalan kaki yang lewat atau sesekali menertawakan kelakuan manusia di bawah yang asyik mengambil gambar. Iya, fotografer dan model dadakan dapat dengan mudah ditemui dan dipantau dari kamar hotel.

Berbeda dengan masa di Fairmont, kali ini kami hanya mendapat jatah sarapan. Jadi makan siang dan makan malam otomatis harus cari di luar, karena makanan di restoran hotel kok bikin ngga tega ya. Bukan apa-apa.. soto ayam 135 ribu itu ya gimana juga ya makannya. Salah-salah itu abis makan berasa seret, bukan seneng 😀

Ada bocah nyasar di depan hotel

Bukan Yoga namanya kalau ngga nyentuh laptop selama liburan. Kayaknya tuh adaaa aja yang bikin dia gatel pengen ngebenerin. Yang masalah performa lah, trus ada UI/UX yang kurang memuaskan lah, atau sekedar ngecek-ngecek aja. Tapi memang fasilitas di kamar memadai juga sih dengan adanya meja kerja dan koneksi internet kencang. Jadi di beberapa kesempatan akhirnya Yoga buka laptop dan langsung asyik dengan coding-nya.

Apa hal yang paling dicari kalau staycation? Makanan? Iya sih bener, tapi bukan itu yang saya maksud. Kali ini saya mau cerita tentang.. kolam renang! Ekspektasi saya atas kolam renang hotel berbintang itu agak tinggi. Bayangan saya, panjangnya itu cukup untuk membuat orang dewasa puas berenang menyusuri kolam, dan lebarnya cukup untuk minimal 3 line. Kenyataannya? Di hotel ini bentuk kolam renangnya bukan persegi panjang. Agak susah menggambarkannya, tapi kalau kolam ini diisi tiga orang dewasa akan langsung terasa penuh. Yakin deh, ga akan puas berenang bolak-balik karena ketubruk-tubruk. Selain itu kolam renang di sini cukup dalam, sekitar 1,8 meter. Makanya beberapa orang akan cenderung memilih ke sisi yang ga dalam dan hasilnya… makin sesak lah itu kolam.

Untungnya sih peraturan kolam cukup strict ya. Untuk bisa berenang, kita harus reservasi dulu dan dibatasi hanya boleh maksimal satu jam. Alhasil selama kami di situ rasanya penghuni kolam hanya kami berdua karena kadang ada yang ga datang sama sekali dan ada juga yang datang tapi hanya berenang beberapa puluh menit saja.

Soal makanan, berhubung saya hanya sempat mencicipi selama sarapan jadi rasanya agak kurang fair juga kalau dibandingkan dengan Fairmont. Yang jelas pilihan sarapan di sini DIKIT BANGET. Yang tersedia hanya nasi goreng, mie goreng, mie ayam, dimsum, pastries, buah, dan berbagai olahan telur. Pastry-nya mengecewakan, croissant-nya kurang renyah dan donatnya keras. Latte-nya yang ditawarkan juga tidak istimewa. Mungkin kalau datang ke resto untuk mencicipi makan siang atau makan malam akan lebih menarik kali ya?

Secara keseluruhan, hal yang saya sukai dari hotel ini adalah kebersihan dan keteraturan kamar, lokasi yang sangat strategis dan pemandangan dari jendela kamar. Hal yang kurang saya senangi: variasi pilihan sarapan dan kolam renang.

Saat ini saya sudah merencanakan staycation berikutnya di bulan Februari dan Maret. Mari kita bandingkan hotel ini dengan hotel-hotel berikutnya. See ya!