Archive for March, 2020

March 23, 2020

Kerja dari Rumah

karpet bulu-bulu itu jadi area kerja saya

Yes, sama seperti kantor-kantor lain, tempat saya bekerja pun menerapkan kerja dari rumah mulai dari pertengahan minggu lalu. Terus kalo kerja dari rumah itu beneran kerja apa engga? Haaaahh.. Malah lebih capek. Lha, kenapa? Soalnya kalo di kantor itu khan misal kita lagi rapat atau keliatan kayak ga bisa diganggu, biasanya kalo ada yang ga penting-penting amat trus jadinya bakal menunda keperluan mereka. Lha ini, saya ga bisa lihat orang lain lagi sibuk apa. Temen saya juga ga liat saya lagi ngerjain apa. Ekspektasinya: saya sedang online di Zoom dan WhatsApp, jadi kalo ditanya harus segera merespon.

Jadilah sepanjang hari bener-bener akrobat buat nyeleseiin to do list satu demi satu. Trus kalo lagi ada yang nyari jam 12.30, saya jawabnya

“Bentaar agak siangan ya. Aku lagi masak”

Berasa agak aneh sih jawab begitu, hahaha.

Jokes aside, saya sedih dan terus terang agak takut dengan kondisi saat ini. Gimana ga takut, ngeliat angka statistik penderita makin lama makin tinggi. Belum lagi melihat impact-nya ke temen-temen pengusaha, pedagang kecil di pinggir jalan, ojek online. Aduh, hati saya makin sedih. Per hari ini sudah enam hari saya berdiam di rumah. Di luar jam kerja, makin lama harus makin kreatif cari cara menghabiskan waktu supaya ngga terbuang sia-sia.

Berbagai cara saya cari, akhirnya saya mulai lagi:

  1. Baca buku. Saya udah hampir selesai baca buku Swipe to Unlock, tapi di saat yang bersamaan saya juga baca buku lain: Atomic Habits by James Clear.
  2. Ambil kelas online. Saya kangen kuliah. Kangen menelusuri class overview, kangen berburu recommended reading, kangen nontonin video kelas. Akhirnya saya daftar audit class di Coursera: Design Thinking for Innovation by University of Virginia. I just miss academic environment so much.
  3. Rajin dengerin lagu. Eh serius, udah lama ngga dengerin musik.. Akhirnya saya sekarang tiap malam asik sendiri di kamar ngikutin kelas sambil nyalain musik di speaker.
  4. Masak kecil-kecilan. Jangan sangka bikin menu yang wow lho. Saya udah bertahun-tahun ga pernah nyalain kompor, jadi kembali ke kompor itu merupakan hal luar biasa.

Kalo kalian gimana? Apa yang berubah dari kebiasaan sehari-hari?

March 5, 2020

Trello as Reading Tracker

Masih terkait dengan rencana kantor di blog post sebelumnya, saya punya inisiatif baru: bikin tracker untuk buku yang sedang, akan dan selesai dibaca. Tool yang dipilih adalah Trello, yang mungkin sudah familiar buat kebanyakan orang. Iya, Trello yang sering dipakai buat project management dan task tracker itu.

Ide menggunakan tool buat nge-track bacaan mungkin ga pernah ada kalo bos saya ngga bilang “I suggest you to have a list of books you have, who is currently reading and when you will have sharing session. This will hold everyone accountable.”

Yes, memenuhi anjurannya, saya langsung cari ide di internet kira-kira ada tool apa yang bisa dipake. Salah satu yang sering disebut orang-orang adalah Trello. So Trello it is. Mumpung ngebikin board-nya, sekalian aja saya bikin board pribadi buat buku-buku saya. Susunannya belum kelar semua sih, tapi paling engga kondisi sekarang ya seperti gambar di atas itulah. Pastinya bakal banyak yang saya tambahin pelan-pelan, karena masih ada beberapa buku yang belum saya masukkan ke list itu.

Kalau kalian pakai tool apa buat nge-track buku yang udah dibaca?

March 2, 2020

Tentang Buku – Swipe to Unlock

Kantor baru saya punya perpustakaan yang isinya beragam, mulai dari buku manajerial, motivasi, majalah sampai dengan jurnal. Lokasinya yang agak jauh dari lantai meja kerja membuat saya agak malas menyambanginya. Jadi saya hanya pernah satu kali pinjam ke sana dan belum saya kembalikan sampai sekarang, hahaha.. Sudah lewat tenggat 2 atau 3 hari, gitu. Untungnya sih ga ada sistem denda, mungkin juga karena peminat yang minjam kurang banyak juga jadi ga terlalu diperketat peraturannya.

Nah, selain buku perpus, kebetulan line manager saya pernah mengusulkan untuk patungan buat beli buku yang nantinya akan dibaca gantian. Budget beli buku per bulan sekitar 500 ribu, di mana akan dibagi sebanyak 8 orang. Ga terlalu gede lah, jadi masing-masing chip in 62.500 rupiah. Kebetulan ide ini kita ceritakan ke bos saya yang berasal dari Hongkong. Eh tnyata dia support banget soal ide kita, malah dia bilang

“I’m thinking that why don’t you guys give a list to me, I can get one for you in Hongkong. It’s way cheaper”

Iyeee, secara ya dia tiap weekend bolak-balik Hongkong – Jakarta jadi gampang banget buat dia nyariin buku. Eaa, si Bapak malah jadi buka jastip gitu kayak sista sista instagram, hahaha..

Benernya nih, kita satu bagian di kantor itu udah kasi usulan daftar buku buat dipilih suara terbanyak yang akan jadi buku pertama kita. Berhubung saya orangnya ga sabaran, saya akhirnya memutuskan beli sendiri donk. Buku yang saya beli adalah salah satu buku yang saya usulkan ke group: Swipe to Unlock. Saya penasaran gara-gara baca review-nya di Amazon:

I am a PM at Quora and discovered Swipe to Unlock through our company book club. One of our leads nominated it as our read of the month. Our books are usually more of stories (e.g. Bad Blood) rather than case studies, so I was a bit reluctant reading “a primer” given that I have been working in tech for almost 8 years now. I have to hand it to the authors though, they did a phenomenal job incorporating vivid storytelling into the book!

Each chapter of the book is full of key insights regarding business trends and tech developments. I think this book is a must read for everyone working in tech, but especially product management professionals. There’s few good resources to help PMs think big and critically analyze opportunity. I think Swipe to Unlock and Zero to One are probably the best books on the market for that.

I was familiar with at least half the material in this book, but I previously lacked the ability to explain the concepts in ways that non-technical members of my team could understand and thus comprehend the significance of the technical product decisions we were making. So this book definitely helped with that. But, the real value I got from this book was in the later chapters which focused more on business strategy and emerging market trends.

Having a Western-centric user base at Quora, I haven’t yet had much exposure to the tech trends in high growth tech markets such as South East Asia. This book does a phenomenal job breaking down key growth strategies other companies have used to successfully win market share in emerging markets. It also reveals that rationale behind major acquisitions such as Microsoft acquiring LinkedIn and provides actionable analysis on what things to look for to make an acquisition successful.

If you are a product manager, I would highly recommend reading this book. It will broaden your perspective from thinking how to incrementally improve your product to how to spot the next major opportunity. I just ordered copies for both of my reports to read!

Tuhh… Ada kata-kata ‘if you’re a product manager’.. which is that’s part of what I’m responsible for right now.

Sekarang sih status buku itu masih in progress dibaca, kapan-kapan kalau sudah selesai bakalan saya tulis review-nya di sini.