Hari kedua dimulai jauh sebelum matahari terbit karena kami ikutan Half Day Tour Uluru Sunrise & Kata Tjuta. Kenapa pake tur segala? Soalnya saya ini orangnya sangat susah bangun pagi jadi harus ada yang memaksa buat bisa bangun. Ini aja suami saya bolak balik nanya gara-gara ngga yakin bisa siap sebelum waktunya. Untungnya sih di sini matahari baru terbit mendekati jam 7 pagi dan jarak antara resort dan Uluru ga begitu jauh (sekitar 5 kilo aja), jadi janjian penjemputan di hotelnya pun ga sepagi yang kami sangka yaitu jam 5.15 pagi, tapi tetep aja lumayan kan?
Trus ternyata berhasil bangun ndak? Nih liat aja foto di bawah ini nih.

muka bantal
Sesuai dengan janji si abang-abang tur, kami dijemput di depan hotel pake bis segede gaban berkapasitas puluhan penumpang. Sebelum boleh naik bis, kita dicek dulu apakah udah punya tiket masuk ke national park atau belum. Soalnya si harga tur ini belum termasuk tiket masuk 25 AUD per orang. Karena belum ke mana-mana sedari landing di situ, ya kudu bayar cash ke abang-abangnya. Nanti dituker dengan tiket masuk Uluru National Park yang berlaku buat 3 hari ke depan.
Gile ini Aussie emang bikin bangkrut, apa-apa serba mahal dibandingin sama Amrik. Kalo di Amrik, tahun 2012-2014 lalu, biasanya tiket masuk National Park itu sekitar 12-25 USD per mobil. Lha ini, 25 AUD PER ORANG.
Begitu duduk di dalam bis, kami disambut ucapan selamat datang oleh supir sekaligus tour guide hari itu. Tengak punya tengok, seisi bis itu mayoritas kayanya mbah-mbah pensiunan kaya. Yang jelas mereka bukan nginep di hostel tempat kami bermalam, kemungkinan besar sih dari hotel atau apartemen sebelah. Ya kali aja nanti nasib kami bisa kayak si mbah-mbah itu kalo udah pensiun. Kaya dan bisa jalan-jalan ke mana-mana, hihihihi.
Tujuan pertama pagi itu: melihat matahari terbit di ‘Talinguru Nyakunytjaku’ yang kalo diterjemahkan artinya kurang lebih ‘to look from the sand dunes’. Enaknya ikut tur adalah, full accommodation, semua keperluan disiapkan oleh penyelenggara tur termasuk di lokasi disediakan minuman hangat dan snack buat cemal-cemil. Asik juga lho ngeteh subuh-subuh sambil lihat sunrise di tengah gurun begitu. Belakangan juga disediakan snack lagi sebelum dan handuk basah untuk menyeka badan yang kotor sesudah hiking di Walpa Gorge. Coba kalo berangkat sendiri, mana kepikiran buat nyiapin yang kecil-kecil seperti itu kan?

Beberapa belas menit setelah sunrise, kami diangkut lagi menuju Kata Tjuta, sebuah bentukan alam mirip seperti Uluru yang letaknya sekitar 17 kilo di sebelah barat Uluru. Bedanya: Uluru itu merupakah satu bongkahan besar raksasa sementara The Olgas (kata lain dari Kata Tjuta) terbentuk dari beberapa batu-batuan. Kalau dilihat dari ukurannya sebenernya Kata Tjuta lebih besar namun Uluru lebih mencolok karena berupa batuan tunggal.

Habis dari Kata Tjuta kami dibawa lagi menuju area hiking bernama Walpa Gorge Walk. Walpa Gorge Walk ini salah satu dari 2 area hiking yang ada di Kata Tjuta, yang satu lagi adalah Valley Of The Wind Walk. Di sini kami menghabiskan waktu jalan kaki sekitar 1 jam bolak-balik. Sebelum dilepas jalan-jalan menuju Walpa Gorge, ada sedikit sesi Geology 101 yang menerangkan bagaimana kira-kira terbentuknya struktur alam semasif Uluru dan Kata Tjuta tiba-tiba muncul di tengah-tengah daratan luas Australia dari jaman purbakala. Tur ini pokoknya tur yang sehat gembira lah. Gimana ga sehat, dilepas di area terbuka buat jalan-jalan semaunya.


Kelar tur, sekitar jam 11.30 siang, saya klenger..
Akhirnya si putri tidur ini kembali masuk kamar, bebersih badan sebentar dan kemudian tidur siang, hahahaha. Gila suhu di luar waktu itu panas banget, di atas 35 derajat Celcius. Untung aja di dalam kamar yang dipesan, walaupun hostel, walaupun sharing, tetep ada AC-nya. Ga kebayang sih kalo ga ada AC. Walopun gitu tetep aja saya ga bisa tidur nyenyak gara-gara dioyak-oyak suami.
“Ayo bangun! Jalan-jalan! Kamu mau bikin video khan, ayo bangun! Kalau mau tidur mah di Melbourne aja ntar.”
Akhirnya jam 4 sore saya bangun lagi dan nemenin suami muter-muter nyetir sambil foto-foto.

pak Ogah versi Uluru
Selain bermobil melihat-lihat Uluru, suami ngajak hiking lagi di salah satu area hiking yang ada di Uluru. Hasil hunting nama-nama area hiking dari peta lokal yang dikasih di hotel, didapatlah nama: Kuniya Walk. Kuniya Walk ini adalah area hiking yang berada di ujung sebelah timur Uluru, jauhnya 1 jam pp juga, dimulai dari area Kuniya carpark berakhir di Mutitjulu waterhole yang sayangnya karena saat itu habis summer ga ada air yang mengalir sama sekali, coba kalo datangnya pas winter ya…
Selama hiking, kami disuguhi dengan display–display tentang mitologi kuno Aborigin yang bersumber dari sini. Mungkin supaya sepanjang jalan tidak terasa capek hanya berjalan saja. Cerita rakyatnya berkisah tentang seorang wanita kuno yang harus berperang melindungi anak-anaknya dari serangan ular beracun bernama Liru, hasil peperangan inilah yang menatahkan guratan-guratan yang ada di Uluru bagian selatan.

Puas jalan-jalan di situ, ternyata waktu sudah mendekati sunset lagi. Sunset di Uluru sekitar jam 6.50 sore. Suami pun memutar otak lagi memikirkan di mana tempat terbaik yang harus kami tuju untuk menikmati pemandangan sunset di Uluru. Ala ala tour guide yang berpengalaman puluhan tahun membawa turis keliling di Uluru, dia pun memutuskan kami sebaiknya pergi ke Talinguru Nyakunytjaku lagi. Sebuah keputusan yang akan selalu kami kenang sampai saat ini. Pemandangan sunset dari sana breath taking sekali.

Kata Tjuta yang terletak di sebelah barat selalu terlihat di momen-momen tenggelamnya matahari. Tuh keliatan kan? Di foto kemarin pun ada.
Walaupun ga dibangunin sebenernya saya juga ngga bisa molor sampe malam sih, wong udah pesen tiket tur ke Field of Light. Field of Light ini, sesuai namanya, adalah art installation berwujudkan sehamparan ladang cahaya. Bersumber tenaga dari matahari, obyek wisata ini merupakan kreasi Bruce Munro, seniman Inggris.

di atas ada bintang, di bawah ada cahaya


agak-agak tricky kalo mau difoto di sini
Keren deh, sejauh mata memandang isinya pendaran warna-warni yang berubah-ubah mulai dari biru, merah, kuning, jingga. Pictures shown here don’t do justice. Aslinya jauh lebih keren. Trus udah gitu berasa romantis, jalan berdua di bawah cahaya bintang sambil ngobrol ngalor ngidul. Sayang waktu yang disediakan singkat banget, cuma sekitar 1,5 jam. Padahal yang namanya orang pacaran pasti maunya lama-lama, ya nggak?