Beberapa hari lalu saya terlibat percakapan seru dengan seorang teman lama. Ngobrol ngalor ngidul ke sana kemari, sampai pada akhirnya tercetus ucapan sang teman..
“Menurutku, yang kita alami sekarang ini ngga lepas dari doa orang tua lho, Miek.” ujar si teman.
PS: Mieke ini nama kecil yang hanya dikenal oleh keluarga dan teman sekolah sampai kuliah dan sekarang akhirnya diketahui juga sama semua yang baca blog post ini.
“Iya banget!” sahut saya, refleks.
“Kok cepet banget nyautnya? Memang kamu udah ngerasa gitu juga?” balasnya.
Ingatan saya cepat melayang ke obrolan WhatsApp dengan Sony, adik kandung saya dua bulan sebelumnya.
Saya: “Kita bisa kayak gini semua karena doa Papa n Mama ya. Kayaknya rejeki kita semua Alhamdulillah lancar. Sampai ke jodoh juga.”
Sony: “Iya”
Yang Sony ngga tahu adalah.. Beberapa minggu setelah Papa meninggal dunia, saya menemukan sebuah notes kecil di laci lemari Papa yang berisi tulisan tangan. Mengenali coretan pulpennya dan tarikan huruf yang khas, saya menelaah isi notes itu.
Dilihat dari luar, bentuknya biasa saja. Tak ada yang istimewa. Begitu melihat isinya barulah terlihat bahwa benda itu merupakan buku yang spesial. Tercantum berbagai doa yang diminta atas nama Mama, saya dan semua adik-adik. Saya yakin Beliau selalu melafalkan doa itu karena memang beberapa kali nama saya terdengar sayup-sayup disebut dari dalam kamarnya sehabis shalat.
Doa yang tertulis:
“Semoga anakku Putri Utaminingtyas cepat lulus menjadi sarjana, mendapat suami yang baik dan selamat dunia dan akhirat…”