Post kali ini agak mellow, jenis blog post yang jarang saya buat di sini. Terinspirasi dari perbincangan dengan teman-teman Saman sambil makan malam yang agak terlambat semalam. Masing-masing bercerita soal pengalamannya di bulan-bulan pertama di Melbourne. Namanya juga pindah ke tempat baru, tanpa teman, suasana asing, pasti ada yang terasa kurang pada awalnya.
Saya jadi mengingat-ingat masa yang sama buat saya beberapa bulan yang lalu. Saat itu kondisi saya agak berbeda. Tahun 2012 saya pernah tercerabut sesaat dari comfort zone pindah ke suasana baru yang ternyata tidak kalah comfort-nya. Bedanya saat itu saya tidak sendiri karena konteksnya menemani suami yang sekolah ke Amerika. Ya jelas saja nyaman wong dulu itu bukan saya yang sekolah jadi everyday is holiday :D.
Sewaktu di Amerika saya sangat terbantu sekali dengan adanya suami jadi rasa kesepian tidak pernah ada. Rasanya kalau butuh apapun, ada hal yang mengganjal soal apa saja selalu ada suami yang siap menanggapi kadang dengan serius, kadang juga ya gitu deh.
Saat terasing atas keinginan sendiri untuk kedua kalinya, jujur saja rasanya sedikit gamang. Begitu melepas suami di bandara rasanya kok hati terasa kosong mendadak dan kesepian. Saya merasakan hal itu sampai beberapa hari kemudian, sampai-sampai saya berusaha tiap hari keluar seharian dan baru akan masuk apartemen kalau sudah capek supaya bisa langsung tidur dan tidak merasa sepi.
Kondisi apartemen yang masih belum ada wifi juga tidak membantu sama sekali. Komunikasi dengan suami hanya terjalin lewat Telegram, tanpa bisa video call. Limitasi kuota internet di handphone membuat saya harus mencari wifi gratis kalau mau video call.
Tapi semua itu terbantu dengan adanya Sanggar Bhinneka, klub tari yang saya ikuti saat ini. Teman saya berkomentar bahwa keputusan untuk langsung join di minggu kedua saya menjejakkan kaki di Melbourne besar pengaruhnya pada mental health condition sebagai mahasiswa baru karena di sini saya bertemu teman baru dan langsung sibuk secara fisik.
Hal-hal yang suami saya khawatirkan memang betul terjadi sih. Dia khawatir saya akan kesulitan membaca peta dan menentukan arah saat mencapai tujuan baru. Alhamdulillah sampai sekarang kadang saya masih nyasar. Harusnya naik tram ke arah Barat, saya malah ke Timur. Harusnya pas turun tram saya ke kanan, ini malah belok ke kiri. Ya yang begitu-begitu deh. Untunglah selama ini tidak pernah sampai jadi masalah besar.
Teman-teman saya pokoknya sangat menekankan pentingnya langsung punya kesibukan begitu sampai di tempat baru, karena kemungkinan untuk menghadapi masalah kesepian atau merasa sendiri itu cukup besar.
Sebagai penutup, bagi yang ingin mengintip seperti apa sih latihan Saman itu, silakan klik video di bawah ini ya.