Archive for March, 2016

March 30, 2016

Tentang Menulis dan Ditulis

Teman-teman angkatan LPDP saya itu semua istimewa. Banyak hal yang bisa digali dari masing-masing orang. Contoh sederhananya, ada Imam yang punya ide untuk membangun perpustakaan bagi anak-anak, ada Esty yang dulu penerima beasiswa USAID dan sekarang LPDP, ada Ivan yang membuat startup di bidang hukum.

Tiga nama itu hanya segelintir dari keseluruhan PK-53. Tak heran kalau saya kemudian tergerak untuk pedekate dengan satu per satu secara personal untuk kemudian dituliskan di web angkatan tercinta. Saya menelusuri kehidupan mereka dulu melalui akun Facebook, lalu kemudian membuat list pertanyaan. Setelah mereka menjawab, baru deh saya tulis ceritanya.

Suatu hari, tiba-tiba saja ada seorang teman yang bilang di Telegram bahwa ia akan menulis tentang saya. Dia bilang bahwa biasanya penulis ngga ada yang nulisin, so he decided to write something about me. Respon saya dalam hati “Aduh, aku mah apa atuh. Cuma remah-remah rempeyek.” dan saya berkomentar bahwa saya bukanlah orang yang suka tampil ke depan. Saya hanya sosok di belakang layar.

Si teman bersikeras untuk tetap menuliskan, yang pada akhirnya disambung dengan tanya jawab di Telegram. Dua hari kemudian, tiba-tiba dia mengirimkan hasil tulisannya yang bikin saya mindeeeer. Asli gaya bahasanya bagus n enak dibaca. Mengalir begitu saja. Mengingatkan saya bahwa saya belakangan ini tidak berlatih menulis dalam bahasa Inggris lagi.

Thanks ya, Dit untuk mengingatkan saya lebih banyak lagi membaca supaya bisa menghasilkan tulisan yang lebih enak dibaca. Ini dia hasil tulisannya:

Write Like No One Is Reading

Some people love to perform on stage, under the spotlight, and to receive attention. Whilst others take a less lively approach, they enjoy working behind the scene, listening, observing, and perhaps making a piece of writing out of it. Putri Utaminingtyas is one of the later. Indeed, behind an inspiring story there is an inspiring writer. The University of Melbourne Master’s candidate is the chef who cooks some of all the quality ingredients inside the kitchen of PK 53—ready to be served in ganesha-bianglala.org. As we spoke, most probably, another piece of article is in progress, adding just the already long list of interesting stories telling the experience of each of the LPDP scholarship awardee under the rainbow of Ganesha Bianglala. So here is a short interview with Putri.

 

When did you start writing?

I began writing in junior high as a hobby. The first media to publish my work was Femina, which covered my travel experience in Arizona. Afterward, I managed to get my writing featured in Kompas Klass and several magazines such as MyTrip, Chic, Kartini, Female, and GoGirl.

What do you write?

I write short articles, including travel articles and others. I also write short stories.

How did you end up writing?

I never won any writing competition, I never became part of journalist club at school, and I never had any writing course or journalism training. In fact I often had my work refused by medias back then. What I remember was my father noticed my interest in writing and he was very supportive about it and bought me a typewriter. I continued writing when I entered high school, mostly in the form of daily journal. When Internet was made available, I was introduced with blog. I created my own blog, wrote several posts, and read others’ blogs as well. Some of my favorite blogs come from my fellows American bloggers. I noticed they write systematically, and rich in terms of vocabulary and ideas, and are able to connect to readers’ emotion.

Why do you write?

I find writing relieves stress. In fact, I get more productive with my writing when I am under pressure.

Have you ever thought to write a book?

I aspire to write a book someday. My biggest dream is to write novel. But I find myself lacking of imagination. I find it easier to write something serious and present it in a more laid back manner. I really need to work on my imagination to be able to write fictions.

What is the most interesting experience you get from writing?

I do feel happy when others find my blog informative. Some readers testified they were able to go through particular procedures easier because they obtained the information from my blog. Several found my writing about a destination helpful for their traveling. But most importantly, I am not writing intending to attract a lot of followers or to receive comments on my blog. I don’t please people. My purpose in writing is to share my thoughts or as I said before, as means to relieve stress I get from work.

I can tell you read a lot. What are you currently reading?

I am currently reading Why Nations Fail by James Robinson and Daron Acemoglu. I am not usually into this kind of book, but the writers present it in a thought-provoking way so even someone who is not into politics like me find it interesting. Some of my favorite books are We Need to Talk About Kevin by Lionel Shriver, a novel with twisted story, and nonfiction Upside of Irrationality by Dan Ariely.

So you are going to The University of Melbourne, what motivates you to pursue Master’s degree?

I will be pursuing Master of Information Systems. They offer courses that correspond with my nine years working experience in information system in banking industry. I will be specializing in big data and entrepreneurship in IT. I look forward to be able to manage projects that involve big data analysis. For instance, one of the business lines of the organization that I am currently working at is microfinance and small medium enterprise (SME), so being able to utilize big data means knowing exactly which type of loan is best offered for merchants or if a particular type of credit is appropriate for small convection business. This gets more complex when we include customer engagement. I expect to see economic growth as more SMEs can take part in economic activities.

What advice can you give for others who want to write?

Write like no one’s reading. That’s what I do.

 I am so gonna take that advise :)


Penulis: Made Adityanandana

Tags:
March 20, 2016

Sebelas Tahun Lebih Muda

Bear with me, this is the most irrelevant type of blog post but I just couldn’t help it. Akhir pekan ini saya kebetulan lewat counter SK II di sebuah mall. Berhubung sepi dan mbaknya sedang sibuk dengan nota-nota, iseng saya datangi dan minta skin check. Beauty assistant-nya ramah dan segera menyambut saya dengan kamera merahnya itu.

Beberapa menit kemudian, hasilnya keluar di layar laptop. Ini dia:

e25d89b8-7e38-47d2-b6e3-35b3f3541c55_zpsr8c8evay

Yay! Secara keseluruhan, kulit saya berusia 24 tahun yang berarti 11 tahun lebih muda. Poin yang harus diperhatikan hanya masalah keriput. Maklum ya, udah tiga lima, wkwkwk.

Mbak-nya nanya, produk perawatan SK II apa yang saya pakai. Selama setahun belakangan saya berganti-ganti antara combo Facial Treatment Essence (FTE) + stempower dan FTE + Cellumination Aura Essence. Melihat hasil check sih yang disarankan adalah stempower versi baru, yaitu RNA.

28b8b0e8-a6be-4d37-b032-f24b218a77e8_zpsg2tx0lad

Total score kulit saya termasuk bagus, karena di atas 50%. Tapi lagi-lagi calon keriput perlu diperhatikan.

c42d5994-570a-4d93-8cfc-267f73839d74_zpstaeu0d3m

Saya tidak terlalu banyak bertanya tentang hasil yang ini. Udah keburu seneng duluan dengan angka 24 tahun, hahahaha! Yang pasti kata mbaknya, untuk Radiance Enhancement, makin bersinar makin bagus. Mbaknya bilang hasil test saya bagus, makin senanglah saya.

Benar-benar postingan yang nggak penting khan, hehehe. Sekali-kali boleh donk bahas sesuatu yang lumayan cewek. Gara-gara ini saya jadi ingat kalau tidak punya kategori skincare atau make up dalam blog categories. Tapi mengingat jarangnya saya bahas make up atau perawatan kulit, mending nggak usah deh 😀

Tags:
March 18, 2016

Den Haag & Amsterdam, Belanda

Judulnya kayak keren ya, jalan-jalan ke dua kota itu. Padahal semuanya dikunjungi dalam satu hari jadi bisa dibilang tidak terlalu dinikmati juga. Jadwal yang mepet dan ketat ala baju Jupe (niru istilahnya Dita) memaksa kami untuk berpindah kota dengan cepat.

Kami menjejakkan kaki pertama kali di Rotterdam kemudian lanjut ke Den Haag untuk jalan-jalan ke Madurodam. Jadi katanya kalau mau mengelilingi Belanda dalam satu hari, datang saja ke sini karena semua tempat wisata Belanda terwakili dalam bentuk miniatur.

20140529_010922_zpsuo7meqwa1

Saya yakin kalau membawa anak kecil ke sini pasti bawaannya nggak sabar ingin masuk ke segala bangunan mini ini wong semua ditata dengan apik dan menarik lengkap dengan propertinya. Jadi kalau mau lihat truk, mobil pohon, rumah dan bahkan boneka-boneka, semua ada versi mungilnya.

20140529_011356_zpsretdbs02

20140529_011832_zpsybrhqk2d

20140529_011957_zps7v5upa4s

20140529_012218_zpseeg7ftw520140529_012828_zps5hpfqotu

20140529_013242_zps0z1flqbl

Buat kita-kita yang dewasa juga tak kalah menarik. Perhatikan salah satu miniatur dengan seksama, pasti akan kagum dengan detilnya. Saya sempat bermain-main dengan salah satu miniatur perusahaan selop. Cukup memasukkan koin 1 Euro, perusahaan selop mungil itu akan mengantarkan hasil produksinya. Lucu!

20140529_020900_zps41mwercm

Ukuran Madurodam tidak terlalu luas sehingga waktu setengah hari pun sudah cukup buat kami. Setelah puas dengan Madurodam, kami melanjutkan perjalanan ke Amsterdam dan antri masuk ke Rijkmuseum. Tak satu pun di antara kami yang paham seni, tapi masa sudah jauh-jauh ke Eropa nggak masuk museum, apalagi gratis.. hahaha! Paling tidak lihat karya Rembrandt yang terkenal: Night Watch. Ternyata yaah itu lukisan segede gaban. Gimana cara Rembrandt ngelukisnya yah.

20140529_054033_zpsa2scez1l

Amsterdam belum sah dikunjungi kalo belum foto di depan tulisan I Am Sterdam yang padatnya bukan main. Susah kalau mau ambil foto eksklusif alias cuma ada kitanya. Mau nggak mau akhirnya kami harus rela foto dengan latar belakang pengunjung lain yang panjat-panjatan. Dan ternyata… suami saya juga iseng pengen manjat di sana! Mau dilarang juga gimana, akhirnya ya sudahlah.. Biarin aja dia naik-naik sesuka hatinya (–“).

20140529_042843_zpsbsa4e44d

20140529_061421_lls_zpsnyubldpo

Puas berfoto-foto di ikon Amsterdam, kami siap lanjut ke destinasi berikutnya: Paris, here I come!!

…. bersambung…

March 17, 2016

EuroTrip vs US Road Trip

Walaupun bukan perbandingan yang apple to apple karena jelas yang satu menjelajah beberapa negara sementara yang lainnya berkelana di dalam sebuah negara (yang luasnya bukan main), tapi ada beberapa hal yang bisa dibandingkan.

EUROTRIP

  1. EuroTrip memerlukan perencanaan yang lebih njelimet karena menggunakan transportasi umum seperti kereta atau pesawat. Kalau naik pesawat harus memperhitungkan waktu dan jarak tempuh dari/menuju bandara. Apalagi kalau naik maskapai murmer (yes RyanAir, I’m talking about you!) .
  2. Selama berada di sebuah kota kita harus cermat menghitung apakah lebih efisien beli one day ticket atau cukup beli tiket sekali perjalanan. Jangan sampai nafsu beli tiket terusan (ala-ala Dufan, pake tiket terusan) padahal kita cuma naik kereta 2 kali pulang pergi yang totalnya separuh dari one day ticket.
  3. Dengan harga yang kurang lebih sama (around 50-60 bucks), kamar hotel di negara-negara Eropa jauh lebih kecil ketimbang kamar hotel di Amrik.
  4. Selama di Eropa saya belum pernah ditawari orang asing untuk memotretkan kami. Yang ada malah saya yang masih terbawa kebiasaan selama di US, inisiatif menawarkan diri untuk memotret turis yang fotonya berganti-gantian.
  5. Jaga harta baik-baik. Post yang ini sudah cukup menjelaskan horor-nya berjalan-jalan di Barcelona.
  6. Eropa punya kereta malam yang nyaman dan layak untuk dicoba. Walaupun harganya tidak murah tapi sekali-sekali boleh deh menginap di ranjang kereta.

10178022_10152361050553934_4146718838078277217_n

US ROAD TRIP

  1. Karena kamar hotel benar-benar difungsikan sebagai tempat istirahat, jadi hotel yang dipilih juga bukan yang bertipe fancy. Kalo di US, favorit kami itu Motel 6. Nggak dapat Motel 6, Super 8 pun boleh lah. Kalau lagi hoki, bisa dapat Red Roof Inn atau Days Inn dengan harga diskon dan jatuhnya sama seperti Super 8.
  2. Road trippin’ means you can bring anything you want, literally! Demi menghemat makan, saya bawa rice cooker, beras, mangkok, sendok garpu dan kopi instan. Setiap pagi sebelum berangkat, saya masak nasi dan dimasukkan ke kotak bekal. Di tengah perjalanan kami mampir ke any grocery chain untuk beli salad, lauk dan buahSaya sampai hapal kalau di sekitar New York state kita bisa menemukan Wegmans. Di Arizona bisa mengandalkan Safeway sementara North Carolina punya Food Lion.
  3. Selama bawa mobil sendiri, tak perlu hitung-hitung soal tiket transportasi umum. Tapi harus pusing soal parkir, karena di beberapa kota yang padat seringkali susah cari parkir. Belum lagi kalau parkir di tempat yang bayarnya pakai koin. Sebentar-sebentar harus mengecek jam, jangan sampai jatah parkir kita habis kalau tidak mau kena surat tilang.
  4. US nggak punya tumbler Starbucks dengan nama kota atau negara (penting!). Jadi kalau mau beli kenang-kenangan terpaksa diganti mug.
  5.  Tiket kereta antar kota termasuk mahal. Saya belum pernah cek sendiri sih karena memang tidak pernah berniat jalan-jalan dengan kereta.
  6. Jangan khawatir nggak punya foto beramai-ramai atau berdua pasangan di Amrik. Selalu saja ada yang menawarkan “let me take picture of you two”  kalau melihat kita berganti-gantian memotret.
  7. Tidak pernah kecopetan atau nyaris kecopetan. Tapi gelandangan yang suka minta uang tetap ada sih di beberapa kota.

Sementara baru itu dulu yang keinget untuk ditulis. Nanti kalau ada tambahan lagi ditulis jadi bahan part 2 deh.

Tags: ,