pic from books.google.com
Iya, ini buku yang sama dengan yang dibahas Ine di sini. Kebetulan saya sedang iseng lihat-lihat buku di Amazon dan iBooks sewaktu kemudian melihat buku ini sedang diskon. Versi kindle-nya hanya USD 3.99, langsung deh dibeli. Faktor penasaran membaca review Ine dan review pembaca di Amazon membuat saya asyik menghabiskan buku ini hanya dalam waktu 7 jam. Sampai ga tidur lho, sekalian sahur maksudnya.
Agak berbeda dengan Ine, tokoh yang membuat saya kepikiran justru bukan tokoh utama melainkan tokoh pendukung yaitu Isaac, teman Augustus dan Caroline Mathers, mantan pacar Augustus. Kenapa justru mereka berdua? Karena Isaac menderita kanker mata dan harus kehilangan satu indera penglihatannya di masa kecil dan sekarang ia harus kehilangan yang lainnya. Sedih. Caroline Mathers menarik perhatian saya karena saya ingat salah satu episode Grey’s Anatomy tentang seorang penderita tumor otak yang setelah dioperasi menjadi sosok yang benar-benar berbeda. Di Grey’s Anatomy diceritakan bahwa sebelum operasi si penderita ini adalah ayah yang baik, tak pernah marah, penyayang, sabar dan suka bercanda. Mendadak setelah operasi ia menjadi sosok yang kasar luar biasa. Anaknya yang mendekat ingin memeluk tiba-tiba dihardik. Si anak kaget dan marah pada tim dokter “Kembalikan ayahku!”. Saya kepikiran mengenai Caroline Mathers, mungkinkah hal yang sama juga dialami olehnya?
Btw kenapa review-nya jadi bukan membahas tokoh utama ya? Hahahaha…
Buku ini sendiri cukup sedih, di beberapa bagian saya sempat menangis. Cinta Augustus kepada Hazel (nama tokoh-tokohnya bagus ya) mengingatkan pada cinta remaja. Konflik yang ada pun terselesaikan semua, tidak seperti An Imperial Affliction, yang membuat mereka berdua jauh-jauh ke Belanda mengejar pengarangnya. Ya kalaupun saya tidak puas dengan bukunya masa harus mengejar John Green ke Indianapolis, hehehe..